Dik Buto Makan Rembulan - Karya Perdana yang Apik dari Penerbit Humi — Normal People ID

Dik Buto Makan Rembulan - Karya Perdana yang Apik dari Penerbit Humi

Dik Buto Makan Rembulan



Judul: Dik Buto Makan Rembulan

Penulis: Zulfa Adiputri

Illustrator: Matto Haq

Publisher: Penerbit Hujan dan Bumi

Jumlah Halaman: 40  halaman

Tahun Publikasi: 2023

Harga: Rp103,200 beli disini


Dahulu, orang Jawa percaya gerhana terjadi karena matahari atau bulan sedang dimakan raksasa alias Buto. Dimulai saat para dewa akan membagi air penghidupan yang disebut tirta amerta. Namun karena jumlahnya terbatas, maka pimpinan dewa membagi rata secara antre. 


Pimpinan dewapun meminumkan tirta amerta menggunakan daun beringin, disendok lalu dimasukkan ke mulut dewa. Konon tirta amerta tidak akan membuat para dewa mati. Hidup kekal selamanya.


Pembagian tirta amerta ini pun diketahui buto. Karena ingin meminum tirta amerta, buto pun mengubah wujud aslinya dengan menyamar seperti para dewa agar tak ketahuan. Namun setelah antri dan mendapat giliran minum, dewa matahari Bethoro Suryo mengenalinya. Bethoro Suryo pun langsung memanah Buto di leher, tubuh buto langsung terbagi menjadi 2. Badannya jatuh ke bumi lalu menjadi lesung dan kepalanya melayang di angkasa. Namun kepala buto masih terus hidup karena sudah meminum tirta amerta.



Buto pun berjanji akan membalas dendam dengan memakan matahari dan bulan. Saat hari pembalasan tiba, buto memakan matahari atau bulan dengan amarahnya. Saat matahari atau bulan ditelan buto itulah fenomena gerhana terjadi, lalu warga membunyikan kentongan dan lesung yang merupakan badan buto agar melepaskan matahari atau bulan yang ditelannya.

 

Buto pun dendam kepada Bethoro Suryo, Buto mengancam suatu saat akan menelannya. Tak hanya itu, ia juga mengancam akan memakan bulan di malam hari. Akhirnya, ketika matahari atau bulan menjadi gelap karena gerhana nenek moyang selalu membunyikan kentongan dan lesung. Hal ini dilakukan agar si Buto melepaskan matahari atau bulan. Tetapi Buto sudah terlanjur menelan matahari dan bulan. Tanpa sadar jika ia tidak memiliki perut. Sehingga meski ditelan, matahari maupun bulan tetap keluar lagi.


Dongeng tersebut menjadi inspirasi lahirnya buku Dik Buto Makan Rembulan. Sebuah cerita rakyat yang masih saya dengar dari simbah saat saya SD. Tentu saja cerita Dik Buto Makan Rembulan dibuat lebih modern.

Jika Buto selalu berasosiasi dengan raksasa yg menyeramkan. Namun, tokoh buto yg dalam buku ini memberikan kesan yg baru dan segar. Selain karena panggilan “Dik” tentu saja karena ilustrasi Buto yang lucu dan gemoy.



Membuka halaman buku ini terasa menyenangkan. Cerita yang sederhana tapi penuh makna, ilustrasi yang unik yang membuat saya berlama-lama memandangi halaman buku sambil mikir. “Oh, ini itu yaa?, Eh iya gak sih?”.Hahaha 😂 😂


Warna yang digunakan pun sangat jarang digunakan di buku anak lain yang umumnya menggunakan warm tones. Membaca buku ini terasa belajar tanpa merasa sedang belajar, contohnya pada adegan bentuk makanan pada bulan. Cerita dalam bukupun multitafsir yang mengajak pembaca dewasa berpikir dan bisa menjadi bahan diskusi seru dengan sikecil.


Penerbit dengan motto “lihat dunia dengan kacamata takjub!” ini sukses menerbitkan buku yang dapat memantik rasa dan nalar anak-anak. Sebagai karya pertama dari Penerbit HuMi buku ini merupakan tolok ukur untuk buku-buku berikutnya. Semoga dibuku-buku berikutnya kualitas masih bisa dijaga.





0 comments