Entrok — 282 halaman penuh konflik — Normal People ID

Entrok — 282 halaman penuh konflik

Entrok



Judul: Entrok Penulis: Okky Madasari Publisher: Gramedia Pustaka Utama Jumlah Halaman: 282 pages Tahun Publikasi: 2010 Harga: Rp 80.000 beli disini

Berawal dari teman saya sesama jurusan Sastra Inggris namun beda kampus yang menyarankan buku The Years of the Voiceless karya Okky Madasari dimana novel tersebut adakah tema skripsi teman saya. Dan setelah mencari tahu ternyata novel tersebut adalah versi bahasa Inggris dari Entrok. Jujur ini adalah karya pertama beliau yang saya baca. Dengan cover wanita yang membuka bra dari belakang bewarna dominan merah muda, hijau dan orens. Awalnya saya kira ini novel terkait wanita yang menjual diri karena cover yang demikian tapi nyatanya tidak. Novel ini lebih dari itu.


Ada 8 Bab dalam novel ini. Dimulai dengan prolog Setelah Kematian yang bersetting di tahun 1999. Lalu di Bab 2 pembaca diminta mundur ke tahun 1950, disinilah cerita dimulai. Cerita tentang Marni dan Ibunya. Marni adalah seorang gadis remaja ambisius yang menginginkan hal yang lebih dalam hidupnya. Dia adalah anak tunggal yang dibesarkan oleh Ibunya. Bapaknya minggat entah kemana. Ibunya nya bekerja dipasar, bukan sebagai pedagang namun membantu pedagang entah apapun itu. Dan dibayar dengan singkong, ataupun ketan bukan dengan uang. Hanya laki-laki, yang melakukan pekerjaan berat dibayar dengan uang.


Saya menyukai Marni di masa remaja karena dia ambisius dan ingin dibayar dengan uang untuk jasanya, dengan motivasi awal yang sangat sederhana yaitu ingin memakai entrok (bra). Yang mana pada waktu itu tak apa jika tidak memakainya. Marni tokoh yang gigih dan tidak takut dengan mimpinya, meskipun pandangannya bersebrangan dengan ibunya. Setelah berhasil membeli entrok pertamanya, mimpi Marni menjadi berkembang. Marni mencoba berdagang dengan uang hasil bekerja sebagai kuli angkut di pasar. Pada bagian ini Marni mulai mengenal sang pencipta yaitu Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa dari Simboknya. Pada bab 3 pembaca diajak menemui Marni dewasa yang sudah memiliki anak bernama Rahayu. Yang mana siklus yang sama kembali terjadi. Marni memiliki pandangannya bersebrangan dengan anaknya dalam hal kepercayaan.


Jika dibab awal kita menemui isu seputar feminisme maka di bab-bab berikutnya konflik yang ditampilkan makin kompleks. Mulai dari konflik politik, agama, dan hal-hal yang bikin muak di era Soeharto. Jujur saat membaca bab ini saya merasa bersyukur karena tidak hidup di era tersebut. Bahkan saya sempat mengkonfirmasi beberapa kejadian pada Ibu saya. Seperti pergantian makanan pokok dari gaplek ke berasa hingga tanda Eks Tapol pada KTP.


Pada novel ini sudut pandang tiap bab berubah-ubah. Pada satu bab adalah Marni, dan bab yang lain adalah Rahayu. Begitu seterusnya. Pembaca diharapkan tahu pikiran dan pergolakan hati tokoh utama yaitu Marni dan Rahayu.


Kutipan favorit saya pada buku ini


“Dia bilang hanya Gusti Allah yang boleh disembah. Lha iya, tapi wong aku tahu Gusti Allah ya baru-baru ini saja. Lha gimana mau nyuwun kalo kenal saja belum.”


Keseluruhan 4 dari 5 bintang saya berikan untuk buku ini, tema yang menarik serta alur yang membuat gregetan dan emosi sungguh buku yang “saya banget”


0 comments